Senin, 21 Desember 2020

PUISI IBU

Oleh Syahidah Asma Amanina


Oh Ibu aku sayang padamu


Engkau telah merawatku dari kecil hingga besar


Betapa senangnya aku sekarang denganmu


Oh Ibu jasamu sangat besar untukku


Aku tidak akan melupakanmu hingga akhir hayat


Jasamu besar untukku


Lain kali saat kau tua aku ganti yang merawatmu ibu 


Catatan : 

Memperingati hari Ibu, saya posting puisi karya anak saya tentang ibunya. Sebenarnya puisi ini ditulis anak saya  5 tahun yang lalu (2015), saat ia berumur 9 tahun. Baru kelas 3 SD di SD Al Islam Tambakbayan, Yogyakarta. Ibu guru di sekolahnya meminta murid-murid menulis apa saja yang mereka sukai. Anak saya menulis puisi Ibu.

 

Selasa, 13 Oktober 2020

KOMUNIKASI

Sebuah WA grup sesungguhnya juga bisa sebagai sarana POMG. POMG online (dunia maya). Seperti kata salah satu wali murid, Bu Nur Wijayanti, lewat grup ini bisa untuk mengkomunikasikan keadaan anak, terutama ketika anak ada masalah.

Sarana untuk mengingatkan ketika ada tugas atau ulangan.  

 

Yang penting memang sesungguhnya adalah adanya komunikasi yang intens antara wali murid dan wali kelas. 

 

Meminjam kata Bu Rusi, anak-anak bisa berkembang jika terjadi keselarasan dan keharmonisan antara sekolah (terutama wali kelas) dan wali murid. 

 

Jadi, saling membantu, saling mendukung dan saling mengingatkan.

 

Soal karakter dan sifat guru, di mana pun in sya'a Allah akan terasa lengkap manakala ada yang lembut, ada yang tegas, ada yang halus ada yang keras. Ada yang pelan, ada yang cepat.

 

Sesungguhnya, kalau kita sikapi dengan positive thinking semua terasa enak. Nikmat. 

 

Menemani anak-anak kita belajar misalnya, mungkin menyita waktu kerja atau istirahat kita dan rasanya kadang capek. "Bikes", kata anak-anak.  Bikin kesel. Tetapi dibalik itu, sesungguhnya itulah waktu yang tepat untuk menjalin kedekatan hubungan kita dengan anak-anak. Kita bisa berbicara dengan bebas dari hati ke hati.

 

Kita akan mendengar cerita-cerita lucu atau pengalaman yang menegangkan yang dialami anak saat mereka belajar di sekolah.

 

Mau tidak mau kita sebagai orang tua kadang-kadang dipaksa untuk belajar lagi, mengingat-ingat pelajaran yang pernah kita dapatkan dulu. Kalau kita niatkan dengan benar in sya'a Allah apa yang kita lakukan itu berpahala karena bernilai ibadah.

 

Hemm...ma sya'a Allah. Kita bisa menanamkan nilai-nilai yang baik dan benar kepada anak-anak kita. Komunikasi yang efektif dengan anak-anak. Itu adalah anugerah yang Allah berikan kepada kita yang mungkin tidak diberikan kepada pasangan yang belum diberi keturunan. Capek sekali, mungkin. Tapi itulah saatnya kita memperoleh pahala besar dari Allah SWT.

 

Saya sendiri sering mengalami hal ini. Ada cerita lucu yang saya dapatkan dari anak-anak.

 

Saat saya menemani anak saya, Syahidah (11 tahun) mengerjakan PR, ia mengatakan kalau Bu Rusi dan Bu Yuli itu hanya mengejar materi (pelajaran) cepat selesai.

 

"Bu Rusi itu kalau menjelaskan pelajaran sering cepat banget. Teman-teman jadi sering mlongo. Menggeleng-gelengkan kepala, terus bola mata mengikuti gerak tangan Bu Rusi."

 

"Misalnya, gimana?" Saya bertanya penasaran.

 

"Misalnya soal perkalian pas pelajaran matematika. 180 x 12. Dia menjelaskannya seperti ini. 0 kali 2 sekian, 8 kali 2 sekian, ini kali ini sekian, ini sekian...nah ketemu 180 x 12 = sekian. Begitu ya. Hah, cepet banget. Nggak paham, Bu. Masak kayak gitu saja nggak paham, kata Bu Rusi. Lha, Bu Rusi menjelaskannya terlalu cepat."

 

Eh..kok malah jadi  ngrasani Bu Rusi. He.. he..he maaf. 

 

Saat bersamaan, adiknya (Syafiq, kelas 2) juga sedang mengerjakan PR soal pelajaran PKn.   'Orang tuamu sibuk membersihkan rumah,  tindakanmu seharusnya...'

a. pergi bermain dengan teman

b. belajar di rumah teman

c. ikut membantu tanpa disuruh.

 

Ia memilih jawaban C. Tapi sambil menyilang huruf C, ia bilang, "Nek aku ta' biarkan".

 

"Kok gitu. Itu namanya nggak sesuai dengan apa yang kamu tuliskan no?"

 

"Soalnya kalau aku jawab ta biarkan, nanti disalahkan sama Bu Ayu."

 

He..he..he.. Ini anak perlu diusap-usap kepalanya biar hatinya jadi lembut. 

 

Cerita atau pengalaman lain, saya yakin Ibu-ibu dan Bapak-bapak juga merasakan hal yang sama. 

 

Mudah-mudahan hari-hari yang akan datang lebih baik lagi. Anak-anak tumbuh dan berkembang maksimal. Bersaing secara sehat, tidak hanya dengan sesama teman sekelas tapi bahkan bersaing dengan murid SD lain.

 

Selamat tahun baru 1439 Hijriyah

(27 Sep 2017)

R A S A

Aku ingat saat kelas satu, sekian tahun yang lalu      

Di acara jurit malam waktu itu.

Kakak-kakak  membentakku dan teman-temanku.

Aku mengira mereka marah dan membenciku.

 

Ketakutan menghantuiku

Merinding bulu kudukku.

Gemetar badanku.

Aku bayangkan hukuman yang akan ditimpakan padaku.

 

Aku mau berteriak sekeras-kerasnya, apa salahku?

Tapi malam menutup merah padam mukaku.

 

Semua terekam jelas.

Membuat dendam di hati

Suatu saat akan kubalas

Rasakan saja nanti

 

Niat baik mereka agar kami bermental baja.

Tapi hati ini seperti tak terima.

Sebenarnya mau marah.

Meski akhirnya juga pasrah.

 

Kelak saat di kelas dua.

Saat aku jadi panitia.

Aku lampiaskan dendam ini pada adik kelasku.

Ku suruh mereka ini dan itu.

Ku bentak-bentak sesukaku.

 

Seperti kata peribahasa.

Anak-anak itu bak kerbau dicocok hidungnya.

Pasrah, takut dan tak berani berkata.

Perasaan yang sama dengan yang dulu aku rasa.



Rasa itu terus saja mengikuti

Ada rasa marah menyelimuti.

Pada Kakak-kakak yang kutahu sesungguhnya baik hati.

Juga rasa bersalah pada adik-adik kelasku ini  


Aku ingin melupakan semuanya.

Karena sebenarnya niat mereka mulia.

Atau seperti yang aku rasa,

Mereka begitu karena dulu mengalami hal yang serupa

 

Moga adik-adik kelasku pun begitu pula.

Memaafkanku atas perlakuan yang mereka terima. 

Agar nanti saat reuni.

Tak ada lagi dendam di hati.

MENGINSPIRASI

Seorang pakar psikologi mengatakan di acara Sekolah Orang Tua di sekolah anak saya, bahwa dalam mendidik anak di sekolah atau di rumah, salah satu yang sangat penting diperhatikan oleh orang tua adalah melakukan sesuatu yang memberi inspirasi pada anak. Kegiatan-kegiatan yang melibatkan anak untuk melakukan sendiri apa yang disampaikan guru atau orang tua perlu sesering mungkin diagendakan. 

 

Contohnya, menanamkan kebiasaan menyukai dan membaca buku pada anak. Juga kebiasaan menulis apa yang sudah ia kerjakan atau praktekkan.

 

Anda tentu tahu, buku adalah investasi jangka panjang. Buku adalah sumber ilmu dan jendela pengetahuan. Jadi, Ayah dan Bunda, mari kenalkan anak-anak kita dengan buku-buku bermutu.

 

Mari jadikan rumah kita sebagai sarana belajar yang menyenangkan dan mencerdaskan untuk anak-anak kita.

BEDA PERSEPSI

Ini sepenggal kisah dalam satu grup WhatsApp (WA) sebuah komunitas.

 

Lumrahnya sebuah grup WA, setiap hari berbagai macam hal diposting. Ada tulisan ilmiah, nasehat, taushiyah, cerita lucu, foto kejadian sehari-hari, video, meme, sticker, ayat-ayat Al Qur'an, hadis Nabi dan lain-lain. Sesekali ada yang posting iklan/promosi produk.

 

Sebagian besar postingan itu sering hanya copy paste atau forward dari postingan orang lain atau grup lain. Jarang yang berasal dari karya orisinal anggota grup. Sering asal copy paste dan share begitu saja tanpa menyebutkan sumber berita dan tidak dikroscek dulu kebenarannya.

 

Nah, saya punya pengalaman cukup menarik.

 

Suatu ketika, ada seorang anggota grup yang memposting foto-foto warna-warni sebuah produk. Tampaknya hasil screenshot.

 

Dugaan saya, foto-foto itu berasal dari grup lain. Bukan dari karyanya. Dia nge-share foto itu mungkin karena menurutnya informasi yang terdapat dalam foto itu penting diketahui oleh anggota grup lain.

 

Masalahnya, foto itu sangat provokatif. Isinya adalah tuduhan bahwa beberapa produk makanan/minuman dengan merk tertentu mengandung DNA atau lemak babi beserta ajakan untuk tidak mengkonsumsinya.

 

Lalu saya mengomentarinya. Tepatnya, saya menanyakan kebenaran isi foto-foto tersebut dengan menyebut nama orang yang memposting foto tersebut. Sudahkah dikroscek dulu ke pihak-pihak yang kira-kira relevan dengan tuduhan itu. Saya menunjuk LP POM/BPPOM MUI.

 

Menurut saya, foto-foto yang diposting itu kemungkinan besar hoax. Maka semestinya tidak perlu dishare di grup itu. Saya katakan agar sebaiknya sebelum dishare supaya dikroscek dulu kebenarannya. Niat saya, untuk saling mengingatkan kepada semua anggota grup karena tujuan grup ini adalah untuk hal-hal yang baik dan bermanfaat. Maka semua info yang dishare semestinya valid, tidak bohong dan ada sumbernya yang jelas.

 

Ternyata pikiran saya berbeda dengan dia. Dia merasa tidak perlu kroscek kebenaran foto itu. Mau share ya share saja, tidak usah pusing-pusing memikirkan isinya, sumbernya dari mana. Itu tidak penting. “Slow down”, katanya. “Santai saja. Tidak usah serius-serius amat. Kalau kira-kira tidak benar ya abaikan saja. Gitu saja kok repot”, lanjutnya.

 

Tidak saya sangka, ternyata dia marah dan tersinggung karena saya sudah menyebut namanya di komentar saya. 

 

Ini menurut saya sebenarnya lucu. Dia yang memposting foto lalu saya komentari dan saya sebut namanya tapi dia tersinggung. Aneh.

 

Mau tidak mau saya jadi kepikiran juga. 

Apakah saya salah telah menyebut namanya di komentar saya itu? 

Apakah wajar dia tersinggung karena saya sudah menyebut namanya di komentar saya?

 

Atau apakah sebaiknya saya diam saja, tidak perlu mengomentari postingannya, cuek sajalah meski saya tahu postingan seperti itu kemungkinan besar hoax?

 

Mari berpikir dengan kepala dingin. 

 

***

Ahad, 4 Februari 2018 di sebuah masjid di Jogjakarta

H U J A N

Oleh  Syahidah Asma Amanina 


Oh hujan kau berguna untuk bumi.

Kau membantu petani menyiram kebunnya.
Engkau diciptakan Allah yang Maha Berkuasa.


Oh hujan engkau juga berguna untuk tanaman.
Engkau membuat tanaman menjadi subur.
Aku senang jika kau ada

karena kau membuat pemandangan sangat indah.


Oh hujan jika kau tidak ada aku sedih

karena musim kemarau akan datang.
Oh hujan aku ingin kau tidak pergi.

 


* Syahidah Asma Amanina. 8 tahun. 

Kelas dua SD Islam Al Islam Tambakbayan.

PUISI MATAHARI

Oh, matahari

Kau selalu menyinari bumi

Kau berguna untuk tanaman

Kau membuat bunga-bunga bermekaran

Kau selalu bersinar di pagi hari

 

Oh, matahari

Kau selalu menyinari bulan

Oh, matahari

Andai kita bisa bertemu

Di langit yang tinggi

 

Saat aku sekolah kau muncul

Aku sangat senang

Karena kau membuat pemandangan

Sangat indah


(Syahidah Asma Amanina)

 ***

Alhamdulillah...Ini puisi anak saya, Syahidah Asma Amanina, dimuat di koran Kedaulatan Rakyat Minggu, 16 November 2014. Di Rubrik Kawanku. Bagi saya surprise karena saat itu ia baru berusia 8 tahun. Kelas 2 SD. Ucapan terimakasih kepada Bu Ria S. Halimah (wali kelas 2 SD Al Islam Tambakbayan) yang sudah membimbing Syahidah sampai bisa menulis puisi ini.



UNDANGAN PILKADES

       Beberapa waktu yang lalu, Desa tempat tinggal saya mau mengadakan pemilihan kepala desa (Pilkades). Saya dan istri pun terdaftar sebagai pemilih. Beberapa hari sebelum pemilihan, panitia pemungutan suara (PPS) mengantar surat undangan untuk mencoblos. Saya tidak tahu siapa yang menerima undangan itu karena kebetulan saya tidak berada di rumah. Kata istri saya, anak-anak melihat lembar undangan itu saat diantarkan oleh panitia.

      Hari pemilihan pun tiba. Saya dan istri berangkat. Karena libur, anak-anak ingin ikut pula. Surat undangan pun saya bawa.

      “Aku juga mau bawa undangan,” kata Syafiq (4 tahun), anak saya yang kedua.
      “Nggak usah. Kamu nggak perlu bawa undangan, Nak”.
      Saya jelaskan kalau undangan itu untuk orang dewasa saja yang mau memilih. Tapi ia tetap ngeyel harus membawa undangan. Ia menghalangi saya berangkat ke TPS dan tidak mau melepaskan cengkeraman tangannya kalau tidak dibawakan kertas undangan. Saya berpikir cepat. Saya ambil surat undangan PMOG (Pertemuan Orangtua Murid dan Guru) yang sudah lewat dari PAUD tempat ia sekolah. Untungnya format undangan dari PPS dengan PAUD hampir mirip, sama-sama hanya memakai kertas A4 kuarto putih. Tadinya ia mau membawa surat undangan dari PPS tadi. 
      Sampai di TPS,surat undangan saya dan istri dibubuhi angka sesuai nomor urut dalam daftar pemilih tetap pilkades oleh panitia. Nomor 113 dan 114.

      Melihat surat undangan saya dibubuhi nomor, Syafiq pun ingin suratnya dibubuhi nomor juga. Awalnya panitia bingung. Ini surat mau ditulis apa. Salah seorang panitia spontan nyeletuk,”Sudah, tulis angka nol saja!”. Panitia dan orang-orang yang berdiri di dekat meja pendaftaran pun spontan pada tertawa melihat kejadian itu. Saya dan istri hanya tersenyum. Tapi dalam hati, saya merasa akan terjadi sesuatu.  

      Saya sudah menduga Syafiq pasti marah. Betul saja, ia lalu berteriak,”Aku nggak mau angka nol”. Ia menangis sesenggukan memeluk kaki saya. Bagi orang-orang dewasa mungkin ini kejadian lucu tapi bagi dia ini adalah pelecehan atau penghinaan. Hatinya terluka.

      Dari peristiwa kecil itu, menyadarkan saya ternyata masih banyak orang dewasa, mungkin juga kita para orangtua, yang  sering tanpa sadar telah melakukan penghinaan kepada anak-anak kecil. Bisa dalam bentuk ucapan, bahasa tubuh sampai dengan tindakan seperti mentertawakan, menghina, menyepelekan. Menganggap anak kecil tidak punya harga diri. Seolah-olah anak kecil itu tak punya hati. Padahal, tanpa sadar sesungguhnya apa yang orangtua lakukan itu telah melukai hati mereka dan membekas. Mungkin akan diingat terus sampai usia dewasa. Na’udzu billah

NIKMAT SEHAT DAN WAKTU LUANG

"Dua nikmat," kata Nabi saw, "Yang kebanyakan umat manusia merugi padanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.”_(HR. Bukhari)

Kita baru sadar betapa sangat mahal dan berharganya nikmat sehat itu ketika kita sedang sakit. Demikian juga dengan nikmat waktu luang. Kita bisa merasakan betapa sangat nikmatnya kenikmatan yang berupa waktu luang ketika kita disibukkan oleh banyak urusan dunia yang tiada henti yang kadang  menghalang-halangi kita mengerjakan amal perbuatan ukhrawi. 

Ya, nikmat sehat. Mata bisa melihat, telinga bisa mendengar, kulit bisa merasakan, bernafas, hidung bisa mencium bebauan, tangan bisa menyentuh, meraba, berjalan, pencernaan di perut normal, aliran darah lancar, bisa buang air kecil/besar lancar dan juga 'hanya sekadar' bisa buang angin adalah kenikmatan yang tiada terkira. 

Kita juga bisa membaca, menulis, berfikir, merasakan dengan hati, mengucapkan dengan lisan apa yang terlintas di dalam hati. 

 Dua nikmat ini seringkali dilalaikan oleh kebanyakan manusia.

Ibnul Jauzi mengatakan "Terkadang manusia berada dalam kondisi sehat, namun ia tidak memiliki waktu luang karena sibuk dengan urusan dunianya._

 Dan terkadang pula seseorang memiliki waktu luang, namun ia dalam kondisi tidak sehat._

 Apabila terkumpul pada manusia waktu luang& nikmat sehat, sungguh akan datang rasa malas dalam melakukan amalan ketaatan.

Itulah manusia yang telah tertipu (terperdaya)."

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman pada keluarganya, dia memiliki makanan pokoknya pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya."(HR Ibnu Majah)

 "Mohonlah kepada Allah kesehatan (keselamatan). Sesungguhnya karunia yg lebih baik sesudah keimanan adalah kesehatan (keselamatan).

Rasulullah bersabda, "Jika salah seorang keturunan Adam hanya memiliki keislaman dan kesehatan, maka hal itu sudah cukup bagi dirinya."(HR. Ibnu Majah)_

Alangkah luar biasanya nikmat sehat itu. Ma sya'a Allah. Salah satu saja tidak berfungsi normal atau sakit, kita sudah pasti akan menderita. Hidup terasa tidak nyaman. 

Bayangkan, kalau untuk bernafas saja susah misalnya. Bisa dipastikan untuk melakukan aktivitas yang lain pun jadi susah. Itu baru satu masalah, susah bernafas. Bagaimana kalau yang terjadi adalah komplikasi? Hidup kita semakin menderita, semakin tidak nyaman. Kita hanya bisa tergeletak lemah di atas tempat tidur. Kita menjadi beban untuk orang lain karena semua kebutuhan/keperluan hidup kita dilayani oleh orang lain. 


Sabtu, 14 Januari 2017

@ Ruang Merak no. 315 RSPAU Dr. Hardjolukito Yogyakarta

Sabtu, 10 Oktober 2020

T E L I T I


Sebuah penelitian tentang peribahasa Jepang (kotowaza) menjelaskan karakter orang Jepang yang tercermin dari makna-makna yang terkandung di dalam peribahasa tersebut. Setidaknya ada 6 karakter orang Jepang yang tercermin dalam peribahasa mereka. Salah satu karakter itu adalah teliti dan hati-hati. Kalau kita buka kamus, teliti itu berarti awas, jeli, akurat, cermat, saksama, tepat, hati-hati, waspada. Lawan katanya adalah  ceroboh atau kata orang Jawa, grusa-grusu

Eh, mengapa tiba-tiba ngomong soal karakter teliti dan hati-hati?

Soalnya ini berkaitan dengan pengalaman masa lalu saat jadi sangga kerja/panitia perkemahan saat aku di MAN satu. Aku telah berbuat ceroboh. Tidak teliti. Karena kecerobohanku ini telah mengecewakan dan merugikan banyak orang. Menjadi kenangan sedih yang tak terlupakan. Sungguh, aku sangat menyesal, kawan. Tapi dari peristiwa itu aku belajar untuk lebih teliti dan hati-hati saat bekerja.

Ceritanya, saat  itu (tahun 1990) aku ditunjuk jadi seksi pubdekdok (publikasi, dekorasi dan dokumentasi) pada Kemah Bakti Ambalan di Randugunting, Prambanan. Namanya keren tapi sebenarnya yang dominan ya bagian dokumentasi saja. Gampangnya, jadi tukang fotolah. Pemahaman saat itu, namanya dokumentasi ya hanya foto. Dokumentasi berupa tulisan (berita) belum terpikirkan. Apalagi dokumentasi video. Tidak ada anggaran. Dokumentasi video mahal biayanya.  

Saat itu, kamera foto masih pakai roll film negative yang isi satu roll ‘hanya’ bisa untuk 24 kali jepretan, ada yang 36 kali jepretan. Jadi, hanya kejadian yang betul-betul penting yang akan dipotret.  Bukan kamera digital seperti saat ini yang bisa suka-suka jepret sana, jepret sini.

Hari H perkemahan pun tiba. Sesuai tugasku, selama tiga hari itu beberapa acara penting aku ambil gambarnya. Sebelumnya, aku harus bisa memperkirakan acara penting mana saja yang akan aku potret nanti. Dari acara seremonial seperti upacara pembukaan dan penutupan sampai acara inti yang penuh kehebohan seperti lomba antar regu (sangga ya?), acara api unggun, susur jalan dan lain-lain. Tak ketinggalan foto bareng-bareng di hari terakhir sebelum balik pulang ke pangkalan.

 

Acara kemah selesai. 38 kali jepretan sudah aku pencet. Tombol untuk menggulung film pun aku tekan. Pulang. Besok hari akan aku bawa ke studio foto untuk dicetak. Ukuran 3 R dan berwarna.

 

Aku masuk ke studio dan roll film aku serahkan ke karyawan studio untuk ‘dicuci’ dan dicetak. Tarif biasa saja, bukan kilat. Artinya 3 hari baru selesai dicetak. Yah, maklum anggarannya memang hanya segitu.

 

Tiga hari berikutnya aku pergi ke studio lagi untuk mengambil hasil cetak foto itu. Sejak dari asrama MAPK, aku sudah membayangkan ekspresi teman-teman sesama sangga kerja dan peserta kemah bakti yang sudah aku abadikan dalam lembaran foto-foto itu. Wah, pasti seru…

Tapi…

Karyawan hanya menyerahkan film negatifnya (klise) saja yang berwarna coklat itu tanpa satu lembarpun foto yang dicetak. Aku sangat terkejut.

“Kok hanya klise saja, Mbak? Foto-fotonya mana?” tanyaku heran.

“Ini klisenya kosong, Mas. Nggak ada foto di dalamnya,“

“Astaghfirullahal ‘adhiim..La haula wa la quwwata illa billah,” Lirih aku berucap.

“Kok bisa begitu, Mbak?” Aku masih tak habis pikir. Bagaimana aku harus menjelaskan hal ini pada teman-teman sangga kerja.

Aku terawang roll film negatif itu di bawah lampu studio memang kosong, tidak ada foto orang-orang yang kemarin sudah aku potret.

Ya Allah…

Ternyata roll film negatif itu tidak nyangkut di pengait yang berfungsi untuk menarik keluar dari wadah roll film itu sehingga ia tidak ikut berputar saat tombol putar digeser-geser ke kanan. Berarti roll film yang aku serahkan ke studio itu untuk ‘dicuci’ dan dicetak itu sama saja belum dipakai untuk memotret. Itu terlihat dari hasil ‘cuci’ film yang berwarna coklat itu. Bukan hitam. Makanya fotonya kosong. Jadi, tidak ada dokumentasi foto yang dari sangga kerja. Aku tidak tahu, apakah seksi lain atau dari peserta ada yang membawa kamera sendiri atau tidak.

 

Semua sudah terjadi. Hanya yang sangat aku sesali adalah kenapa saat memasang roll film di kamera itu tidak teliti. Semestinya dicek lagi, sudah nyangkut di pengait atau belum. Lebih baik mengorbankan satu atau dua jepretan (foto jadi hangus) dengan cara membuka penutup kamera dan memastikan film negative itu terpasang dengan benar daripada mengalami kejadian seperti ini. Sebenarnya seingatku, saat itu bukan aku sendiri yang memasang roll film itu di kamera. Aku meminta tolong salah seorang kakak untuk memasangkannya. Tapi, bagaimanapun aku yang harus bertanggungjawab karena aku seksi dokumentasinya.

 

Sedih sekali rasanya. Kenangan ini tak pernah terlupakan hingga kini. Aku hanya bisa meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada teman-teman semuanya. 

SAHABAT MANTU

Salah satu rezeki yang patut disyukuri setiap hari adalah dipertemukannya kita dengan orang-orang baik dan sholeh. Bersahabat dengan teman-t...