Senin, 31 Oktober 2022

SILATURRAHMI KE PALEMBANG

 Oleh Muh. Azis

 

 

Suatu hari, keponakan saya mengunggah video pendek perjalanannya pulang ke Palembang di grup WhatsApp keluarga besar trah. Video berdurasi 20 detik itu memperlihatkan saat mobil yang disopiri oleh anaknya yang sulung berjalan pelan hendak memasuki kapal penyeberangan di pelabuhan Merak, Banten. Pulang ke Musi Banyuasin, Palembang. Tempat tinggal Bulik (bibi) sekarang.


Spontan saya komentari, “Moga-moga lain waktu bisa berkunjung ke Jalur, Muba, Palembang. Mau sowan Bulik.”

 

Sebenarnya saya berharap Bulik (bibi) bisa rawuh ke acara Halal bi Halal keluarga besar di Ngampel, Srumbung kemarin. Sempat saya tanyakan ke keponakan saya tadi soal kemungkinan itu. Dia menjawab sepertinya kondisi Bulik sudah sangat kepayahan kalau harus menempuh perjalanan jauh dari Palembang ke Pulau Jawa. Saya memaklumi karena beliau sudah sepuh.

 

Sebenarnya secara pribadi, saya tidak punya kenangan khusus dan dalam dengan Bulik karena dulu saat beliau bertransmigrasi ke Palembang, saya masih kecil. Tidak ingat apa-apa tentang beliau.

 

Yang saya tahu, sampai sekarang ini (2022) Bulik adalah satu-satunya anak Simbah yang masih hidup. Delapan saudara kandungnya, termasuk ayah saya sudah meninggal. Saya hanya mau sungkem Bulik. Sebagaimana saya sungkem kepada emak dulu. Sangat emosional, sampai tak bisa berkata apa-apa. Hanya deraian air mata bercucuran saat sungkem kepada Mak’e dan Pak’e. Ingat banyak salah yang telah saya lakukan. Telah menyakiti hati tanpa sadar. Belum bisa membalas semua kebaikan mereka.

           

Komentar saya yang singkat atas video ponakan saya tadi mengundang komentar dari saudara-saudara dan keponakan yang lain.

 

Siswanto, salah satu putra Pakdhe saya pun berkomentar. “Kalau bisa halal bihalal di Palembang. Rombongan sewa bis.”

 

“Bisa mulai nabung, yuuk? “ kata mbak Wanti putrine Mas Nawawi Ngampel.

 

“Wah, kalau bisa terlaksana pasti seru.” Kata saya

 

Siswanto menanggapi,“Cari waktunya yang susah...karena kalau lebaran jalannya macet parah”

 

“Ada yang pernah rekreasi ke Palembang?” saya bertanya menyela. Maksud saya kalau ada yang punya pengalaman rekreasi ke Palembang, mungkin bisa berbagi pengalamannya. Biayanya berapa, jarak Muntilan ke Palembang berapa, berapa hari perjalanan ke sana dan sebagainya.

 

“Biayanya berapa? Muntilan - Palembang berapa hari?” tanya saya

Mbak Elvi, putri sulungnya Mas Toha almarhum ikut menjawab pertanyaan itu, “Ana kayanya pernah ke Palembang ketemu sama keluarga siapa lupa yang dekat bandara.”. Ana yang dimaksud mbak Elvi adalah adiknya.

 

“Mas Wahid mungkin”. Saya menjawab pertanyaan mbak Elvi. Beberapa waktu yang lalu, mbak Ana Afida pernah berkunjung ke Palembang dan bertemu dengan Wahid putrane Mas As’ari.

Ida, putrine Lik Mislam menyahut, “Ya dibuat angan-angan dulu. Nanti kalau Allah berkehendak semua akan mudah.”

 

“Ini yang tau ya keluarga Palembang,” Siswanto menanggapi pertanyaan saya.

 

Ponakan dari Palembang tadi menjawab, “Kathah (banyak), Mas. Dari Palembangnya nian ke Jalur masih lama. Tapi kalau sudah di Palembang-nya nanti dijemput sampai gubukku.”

 

Alhamdulillah, kata-katanya ini sedikit menjawab rasa penasaran saya.

 

“Inikan mobil pribadi. Kalau rombongan lebih murah karena ditanggung banyak orang” kata Siswanto.

 

“Kalau nyarter bus kayaknya Ngampel pernah pas ke Bantul. Mungkin ada kontak2nya bisa tanya perhari berapa sewa busnya.” Ida menambahkan.

 

Mbak Wanti menjawab, “Saudara di Sumatra banyak. Dari Simbah aja putranya ada 3. Di Lampung, di Sijunjung, tapi udah almarhum semua. Tinggal putra-putrinya.”

 

Saya menegaskan, “Itulah pentingnya silaturahmi. Saling berkunjung. Biar bisa saling mengenal.”

 

            “Coba saja tanya-tanya dulu di bus pariwisata. Untuk carter saat lebaran pasti beda karena ada tuslah lebaran.” Saran Ida 

 

Siswanto menanggapi, “Coba saja dihitung semua habis berapa terus nanti dilist (didaftar) siapa saja yang mau ikut biar bisa direalisasikan.”

 

Sayangnya pembicaraan saat itu berhenti. Sepertinya tidak banyak yang tertarik dengan ide ujung (silaturrahmi) bareng-bareng ke Palembang ini. Saya bisa memaklumi. Banyak pertimbangan saat orang mau mengadakan perjalanan jauh sampai keluar kota bahkan keluar Pulau Jawa. Biaya, kondisi badan, waktu, kondisi di perjalanan dan lain-lain.

Saya pun jadi ikut mikir-mikir. Entah kapan rencana ini bisa terlaksana.

 

Brajan, pertengahan Syawal 1443 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SAHABAT MANTU

Salah satu rezeki yang patut disyukuri setiap hari adalah dipertemukannya kita dengan orang-orang baik dan sholeh. Bersahabat dengan teman-t...