Selasa, 13 Oktober 2020

BEDA PERSEPSI

Ini sepenggal kisah dalam satu grup WhatsApp (WA) sebuah komunitas.

 

Lumrahnya sebuah grup WA, setiap hari berbagai macam hal diposting. Ada tulisan ilmiah, nasehat, taushiyah, cerita lucu, foto kejadian sehari-hari, video, meme, sticker, ayat-ayat Al Qur'an, hadis Nabi dan lain-lain. Sesekali ada yang posting iklan/promosi produk.

 

Sebagian besar postingan itu sering hanya copy paste atau forward dari postingan orang lain atau grup lain. Jarang yang berasal dari karya orisinal anggota grup. Sering asal copy paste dan share begitu saja tanpa menyebutkan sumber berita dan tidak dikroscek dulu kebenarannya.

 

Nah, saya punya pengalaman cukup menarik.

 

Suatu ketika, ada seorang anggota grup yang memposting foto-foto warna-warni sebuah produk. Tampaknya hasil screenshot.

 

Dugaan saya, foto-foto itu berasal dari grup lain. Bukan dari karyanya. Dia nge-share foto itu mungkin karena menurutnya informasi yang terdapat dalam foto itu penting diketahui oleh anggota grup lain.

 

Masalahnya, foto itu sangat provokatif. Isinya adalah tuduhan bahwa beberapa produk makanan/minuman dengan merk tertentu mengandung DNA atau lemak babi beserta ajakan untuk tidak mengkonsumsinya.

 

Lalu saya mengomentarinya. Tepatnya, saya menanyakan kebenaran isi foto-foto tersebut dengan menyebut nama orang yang memposting foto tersebut. Sudahkah dikroscek dulu ke pihak-pihak yang kira-kira relevan dengan tuduhan itu. Saya menunjuk LP POM/BPPOM MUI.

 

Menurut saya, foto-foto yang diposting itu kemungkinan besar hoax. Maka semestinya tidak perlu dishare di grup itu. Saya katakan agar sebaiknya sebelum dishare supaya dikroscek dulu kebenarannya. Niat saya, untuk saling mengingatkan kepada semua anggota grup karena tujuan grup ini adalah untuk hal-hal yang baik dan bermanfaat. Maka semua info yang dishare semestinya valid, tidak bohong dan ada sumbernya yang jelas.

 

Ternyata pikiran saya berbeda dengan dia. Dia merasa tidak perlu kroscek kebenaran foto itu. Mau share ya share saja, tidak usah pusing-pusing memikirkan isinya, sumbernya dari mana. Itu tidak penting. “Slow down”, katanya. “Santai saja. Tidak usah serius-serius amat. Kalau kira-kira tidak benar ya abaikan saja. Gitu saja kok repot”, lanjutnya.

 

Tidak saya sangka, ternyata dia marah dan tersinggung karena saya sudah menyebut namanya di komentar saya. 

 

Ini menurut saya sebenarnya lucu. Dia yang memposting foto lalu saya komentari dan saya sebut namanya tapi dia tersinggung. Aneh.

 

Mau tidak mau saya jadi kepikiran juga. 

Apakah saya salah telah menyebut namanya di komentar saya itu? 

Apakah wajar dia tersinggung karena saya sudah menyebut namanya di komentar saya?

 

Atau apakah sebaiknya saya diam saja, tidak perlu mengomentari postingannya, cuek sajalah meski saya tahu postingan seperti itu kemungkinan besar hoax?

 

Mari berpikir dengan kepala dingin. 

 

***

Ahad, 4 Februari 2018 di sebuah masjid di Jogjakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SAHABAT MANTU

Salah satu rezeki yang patut disyukuri setiap hari adalah dipertemukannya kita dengan orang-orang baik dan sholeh. Bersahabat dengan teman-t...